Lentera Jiwa

8:24 AM

Cibinong, 13 September 2013


Haru itu menyeruak seketika saat saya melihat video ini



Ini kali kedua saya menyaksikan video testimoni 23 Episentrum, namun entah kenapa harunya terasa berlipat-lipat (Mungkin karena sekarang sedang melow akut, mudah saja buat saya menitikan air mata)

Video tersebut merupakan testimoni rekan-rekan Adenita tentang novel terakhir yang dirilis setahun yang lalu, 23 Episentrum. Saya sudah khatam membaca novel plus suplemennya. Kisahnya bukan drama mengharu biru atau fantasi di luar akal yang sulit saya jangkau, kisah dalam novel ini adalah sesuatu yang sederhana, sering ditemui di kehidupan sehari-hari, namun jarang ada yang menuliskannya, dan karenanya, tulisan ini mampu membuat "strike" dimana-mana (maksudnya, ceritanya kok ya pas banget dengan kondisi saya saat saat itu dan juga saat ini)

23 Episentrum bercerita tentang tiga orang anak manusia, Awan, Matari, dan Prama yang mencari pelepas dahaga hati, sesuatu yang mampu mengalirkan sejuk di dalam hati, menciptakan efek bahagia. Sesuatu yang bernama passion.

Awan, seorang bankir yang ingin sekali membuat film, tapi karena kondisi yang tidak memungkinkan membuatnya terperangkap dalam rutinitas harian di kantor yang membuatnya "hilang nyawa".

Prama, seorang yang bekerja di perusahaan elite dengan gaji berjuta-juta, merasakan kekosongan dalam hatinya, yang membuatnya berpikir, ada yang salah dengan apa yang dijalaninya saat ini. Sesuatu yang kosong itu membuatnya merana.

Dan Matari Anas, tokoh lainnya yang sedang berada di persimpangan jalan, "pilih kerja yang menghasilkan banyak uang" atau "bekerja sebagai jurnalis seperti yang dicita-citakan", yang notabene perjuangan menjadi jurnalis dan juga realita hidup tidak jarang membuatnya ingin mundur.

Namun, pada akhirnya, yang perlu dilakukan adalah jujur pada diri sendiri, berdamai dengan diri sendiri, untuk menemukan jawaban atas kekosongan yang terjadi, atas kekhawatiran yang berputar-putar di kepala. dan tiga orang ini akhirnya berdamai dengan diri sendiri, pelan-pelan menemukan jalan menuju oase hati yang menyejukkan, bukan sekedar fatamorgana yang menipu.

dan yang membuat haru itu berlipat-lipat saat ini adalah, komplikasi rasa itu terjadi lagi. Saya resmi linglung. Ada yang kosong di sini (tunjuk dada sendiri), dan semakin lama, saya merasa hilang arah.

Mungkin ini saatnya bagi saya untuk jujur-jujur-an dengan diri sendiri, berdamai dengannya, bersama-sama merenda bentuk hidup yang sesungguhnya ingin dijalani. Sejujurnya, saya terlalu pengecut, terlalu takut...takut gagal, takut sulit.. takut apa yang saya perjuangkan itu tidak menghasilkan sesuatu... takut semuanya sia-sia... yesssss, itulah penghambatnya.

mungkin inilah saatnya untuk benar-benar berdamai dengan hati... mencari jalan menuju oase hati yang menyejukan, bukan sekedar fatamorgana yang akan hilang sesaat setelah udara kembali ditiupkan (read : sadar)

Selamat Hari Jum'at

kubiarkan kumengikuti suara dalam hati
yang slalu membunyikan cinta





You Might Also Like

0 comments

Popular Posts