Run & Skip

6:25 PM

Agenda Sabtu pagi yang selalu saya nantikan adalah lari pagi. Sejak setahun terakhir, saya ketagihan dengan yang namanya olahraga lari dan skipping. Bukan lari dari kenyataan ataupun skip dari masalah hidup yang datang silih berganti ya, hehe, meskipun memang salah satu alasan rutin lari atau skipping adalah bisa keluar dari kenyataan dan masalah meski hanya sebentar saja #nahkan.

Pagi ini, seperti biasa saya mulai menyusuri Jogging Track yang selalu saya lewati tiap minggu. Sepanjang perjalanan tersebut, tiga bendera kuning menyambut di tiap tikungan, membuat bulu kuduk saya berdiri dan hati merasa “nyess” sendiri. Di saat saya menikmati pagi dengan olahraga, ada (paling tidak) tiga keluarga yang sedang berduka. Ada rasa syukur terselip dalam hati karena masih diberikan nikmat hidup sampai detik tadi dan detik ketika saya menulis blog ini. Dan ingatan saya pun melayang ke kejadian yang baru saja saya alami tadi malam.

Kemarin malam, saya pulang kerja menggunakan commuter line dari Stasiun Tebet. Saat itu, ada dua kereta yang saya biarkan berlalu karena terlalu padat untuk bisa menampung satu orang penumpang lagi. Saya menunggu sambil makan pisang coklat yang dijual abang-abang di pelataran Stasiun Tebet yang murah meriah dan enak, 2000 rupiah saja per potong. Saat antrian penumpang mulai berangsur surut, dan kereta yang datang terlihat lebih longgar, saya memutuskan untuk naik dan pulang malam itu.
Tidak disangka-sangka, antrian penumpang membludak kembali di Stasiun Cawang dan Kalibata, membuat ruang gerak dan bernafas semakin terbatas. Bersyukur, saya termasuk “Senior” dalam urusan per-commuter line­­­ – an, sepadat apapun masih bisa menikmati apa yang bisa dinikmati (read : dengar lagu dari handphone, hehe).
Sepanjang perjalanan, tercium aroma kabel terbakar, namun karena aroma kabel terbakar sudah sering terjadi di commuter membuat para penumpang acuh saja, dan melanjutkan aktivitas masing-masing seperti main handphone, tidur, ngobrol dengan teman perjalanan, atau seperti saya, bengong sambil mendengarkan playlist yang isinya dua lagu, yang sudah puluhan kali diputar ulang hari itu.
Sampai akhirnya, di Stasiun Universitas Indonesia, di saat saya masih asyik dengan soundtrack drama Korea yang membuat saya berkhayal bisa bertemu dengan para pemainnya, terjadi gelombang dorong-dorongan yang luar biasa digerbong yang saya naiki (gerbong wanita buntut Bogor kami menyebutnya), yang dalam hitungan beberapa detik membuat tubuh saya yang belum siap menerima gelombang puluhan Ibu-ibu panikan yang berteriak histeris, terbawa arus. Tidak ada tenaga untuk menghindari gelombang dorong-dorongan tersebut. Belum selesai dengan kaget karena gelombang dorong-dorongan yang membuat saya tiba-tiba sudah ada di pintu keluar gerbong, saya dikagetkan kembali dengan teriakan ibu-ibu “Apiii”, glek! Saya yang sudah hilang tenaga menengok ke arah gerbong masinis, dan terlihat asap sudah mengepung dan sedikit percikan api.
Posisi kami masih sangat dekat dengan asap dan percikan api tersebut, membuat semua penumpang mendorong semakin kencang untuk menyelamatkan diri masing-masing tanpa memikirkan orang lain. Saya? Saya bengong melihat puluhan penumpang wanita saling mendorong dan berteriak menuruni tangga peron untuk menyelamatkan diri. Saya? Saya ingin menyelamatkan diri, tapi bingung karena menceburkan diri ke dalam manusia yang sedang panik dan saling mendorong hanya akan menimbulkan petaka baru.
Badan saya gemetaran! Beruntung di samping saya ada mba-mba yang mungkin merasakan kepanikan yang sama seperti saya dan tidak tahu harus berbuat apa. Saya pegang tangan dia, gerakan spontan yang membuat saya merasa lebih tenang karena saya tidak sendirian. Sesaat kemudian, baru saya sadari ada bapak-bapak yang baik hati menjaga saya dan mba-mba tadi agar tidak terkena arus dorongan untuk yang kedua kalinya, dan terus meneriakan kata-kata positif, “Tenang, semuanya tenang. Turunnya pelan-pelan!”. Saya lemes dan gemetaran, kalau bukan ditempat ramai, mungkin sudah ditambah nangis.
Beberapa menit kemudian, Bapak-bapak yang sayangnya belum sempat saya berikan ucapan terima kasih, membuka jalan untuk saya dan mba-mba yang juga saya lupa tanya namanya (ya iyalah, ini bukan momen konser yang pas untuk berkenalan), membuat saya bisa keluar dari Stasiun UI yang saat itu semakin tipis oksigen karena manusia-manusia panik tadi.
Saya duduk, badan lemas dan masih gemetaran.
Saya diam lama sekali, ngga berbuat apa-apa, menenangkan diri sendiri.
Sejujurnya saya ingin nangis sejadi-jadinya, kejadian singkat tadi membuat saya syok berat. Di sisi lain, saya ingin menangis karena saya merasa bersyukur masih diberikan perlindungan oleh Allah SWT. Beberapa orang saya lihat jatuh dan mungkin terinjak. Saya? Saya hanya kaget dan Alhamdulilah selamat tanpa cidera apapun.
Kepala saya yang kebanyakan diisi drama korea mulai memutar skenario. Bagaimana kalau kejadian asap dan percikan api itu terjadi ketika kereta sedang jalan dan tidak ada jalan keluar. Bagaimana kalau tadi saat adegan dorong-dorongan saya jatuh dan terinjak. Bagaimana kalau kejadian asap dan api lebih dahsyat dari yang baru saya alami dan saya tidak bisa apa-apa dan terjebak di dalamnya. Dan beberapa scenario lain yang membuat saya berucap Alhamdulilah karena saya masih diberikan selamat dan tidak kurang satu apapun kecuali satu, kurang percaya untuk naik commuter line di gerbong wanita.
Alhamdulilah saya masih diberi selamat, masih diberi hidup. Kejadian super singkat tadi mengingatkan saya kembali bahwa kita manusia tidak punya apa-apa, dan apa-apa yang dititipkan (termasuk nyawa dan seluruh anggota tubuh ini) bisa secepat kilat diambil. Lalu apa? Masih mau ngga bersyukur?
Pagi ini saya terus berlari, menyelesaikan target lari hari ini, tiga putaran Setu Cilodong, Jogging Track baru yang saya temukan pagi ini. Dalam benak saya, mungkin saja saat saya menyelesaikan putaran ketiga, waktu hidup saya selesai. Berpikir begitu, membuat saya sadar tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan detik hidup untuk hal yang tidak bermanfaat dan mudharat. Semoga Allah SWT senantiasa menuntun hati kita untuk selalu mengingatNya, jadi ketika waktu hidup habis, kita meninggal dalam RahmatNya, bukan jauh dariNya. Amin

Mari lari pagi lagi J

source photo : google

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts