Saya selalu percaya bahwa untuk menyentuh hati harus pakai "hati". Kalau kata teh @adenits disalah satu bukunya, sesuatu yang datangnya dari hati akan menyentuh hati, itulah yang saya rasakan ketika membaca pengalaman Ibuk muda biasa (katanya 😀), a.k.a @retnohening, a.k.a mamanya kirana dalam buku Happy Little Soul. Baru membaca halaman awal saja hati saya sudah penuh dengan rasa haru yang hampir membuat air mata jatuh *aseli bukan gombal belaka 😁

Bagi saya yang belum menikah dan masih dalam ikhtiar ini (duh curhat colongan 😂), membaca Happy Little Soul bukan cuma bikin saya tahu apa saja yang dilakukan Ibuk Retno untuk menghadirkan sesosok kecil yang adorable dan penuh tawa riang seperti Kirana, tetapi juga mengingkatkan kembali bahwa Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya, persis seperti apa yang pernah disampaikan oleh teman saya di seberang sana.

Membaca halaman demi halaman cerita Ibuk, membuat saya jadi refleksi balik ke diri sendiri, bertanya-tanya lagi tentang apa yang sudah saya lakukan/persiapkan untuk menjadi madrasah bagi anak-anak saya kelak, yang bukan cuma sekedar ilmu pengetahuan umum, tetapi juga tentang ilmu agama yang rasa-rasanya ah masih jauh pangggang dari api a.k.a masih banyak banget kurangnya, masih banyak banget buat belajarnya. But hei, jangan berkecil hati, being a mother is a lifetime learner, katanya begitu. Jadi, jangan berhenti buat belajar, keep going :) *menyemangati diri sendiri 😂

Dari sekian banyak pengalaman yang Ibuk @retnohening bagikan dibuku yang design -nya cute dan penuh warna ini, ada satu cerita yang cukup menyentuh saya yaitu ketika Ibuk mengalami kehilangan dan berikhtiar untuk diberikan pengganti. "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahuinya", membaca potongan surat Al-Baqarah di dalam Happy Little Soul membuat saya merasa nyes sendiri. Jangan tanya kenapa karena akan jadi panjang ceritanya. Namun yang jelas, kalimat yang Ibuk @retnohening tuliskan dalam Happy Little Soul, memotivasi kembali diri yang penuh kegalauan ini, untuk terus istiqomah dalam berdoa dan berusaha, untuk apapun harapan yang diinginkan. The best will come soon begitu katanya just believe it :)

Pengalaman parenting Ibuk yang dituliskan dengan begitu humble dan sederhana membuat saya yang membaca buku ini merasa tidak sedang digurui, tapi lebih terasa seperti mendengarkan sahabat yang sedang bercerita, begitu mengalir, begitu dekat. Contoh-contoh yang diberikan dalam proses pengasuhan neng Kirana juga ngga rumit dan sangat bisa untuk dicoba oleh ibu-ibu muda lainnya (colek sahabat saya yang baru jadi Ibu @visakana dan yang sebentar lagi menjadi ibu @ummiisnaini). Semangat yah teman :)

Membaca tulisan ibuk membuat saya rindu menjadi seorang ibu (nikah dulu kali din 😂) sekaligus rindu menjadi seorang anak kecil, hihi. Saya jadi ingat masa-masa kecil dulu mulai dari proses kelahiran saya di dunia fana ini, tentang kata pertama yang saya ucapkan, lagu pertama yang dinyanyikan, langkah pertama, masa-masa sekolah dan perjalanan lain yang membawa saya sampai ke hari ini. Tanpa mama yang luar biasa, tanpa doanya, apa jadinya saya ini?
Meski ibu saya tidak seperti Ibuk @retnohening dalam mengasuh saya waktu kecil dulu, tapi saya tahu keduanya punya kesamaan, yaitu cinta tanpa batas seorang ibu yang menginginkan anak-anaknya bahagia. Kiss untuk ibu kita masing-masing di rumah.

Akhir kata, terima kasih telah berbagi pengalamannya Ibuk, sangat menginspirasi sekali dan satu kata buat mba rara (mba editor yang sudah meyakinkan ibu untuk menulis), terima kasih sudah meyakinkan Ibuk untuk berbagi kisahnya, sangat setuju bahwa untuk berbagi ngga harus jadi orang yang ahli :)

Selamat meyambut hari senin :)

Well hei, setelah sekian lama blog ini isinya kabanyakan soal ratapan galau anak tahun 90-an yang masih mencari pasangan (tsah), akhirnya sayah bisa posting sesuatu yang berbeda, yeay. Di postingan kali ini, saya mau cerita soal short escape yang dilakuin kamis dua minggu yang lalu bareng temen kuliah yang masih sama-sama sendirian, tapi perlu dicatat kami pergi bersama bukan untuk melarikan diri dari kenyataan tapi sekedar refreshing sejenak dari urusan duniawi (read : perkantoran) 😁. Kemanakah kami berdua pergi?

Niat hati pengennya pergi ke Turki ketemu saudara-saudaranya Mesut Ozil di sana (syukur-syukur ada yang bisa dibawa pulang) tapi apa daya kantong tak mampu untuk bayar tiket pesawat dan biaya hidup selama disana 😂, so Bali pun jadi destinasi escape andalan yang dirasa masih bisa dijangkau oleh kami, para officer yang sedang mengumpulkan pundi-pundi untuk menikah dan jalan-jalan lagi, hehehe. Kenapa pilih Bali? Sederhananya karena saya belum pernah ke Bali dan kita berdua sepakat untuk pergi jauh dari hiruk pikuk Jakarta. Ada beberapa opsi sebenarnya seperti Belitong dan Banyuwangi, tapi eksotisme Bali yang katanya sudah mendunia, membuat kami (saya tepatnya yang belum pernah ke Bali) penasaran seperti apa wajah kota dengan seribu puranya itu?

Setiap perjalanan pasti ada aja kejadian lucu (hasil ke-oon-an bersama) yang bikin saya cekikian sendiri kalau lagi flashback. Dulu waktu backpacker trip bareng sahabat-sahabat saya ke Jepang, kami ngga bisa lupain tragedi "bocor" di pesawat menuju KL, atau tragedi nyasar ketika menuju Ueno Park yang bikin betis besar dan perut kelaparan yang nyaris bikin kita nyolot-nyolotan, atau kejadian kaos kaki bau hasil kebanyakan jalan kaki selama di sana. Kalau diinget-inget lagi sekarang, ya bener aja cekikikan, hehe. Nah, kalau trip kemarin, apa kabarnya, Din? Ada kejadian lucu apa selama kemarin nge-trip?

Banyak! Haha, dan inilah ceritanya.

Cerita pertama hadir saat kami berdua pesan tiket Jakarta-Bali. Waktu itu kami pesan lewat Traveloka (bukan iklan yah), dan excited banget waktu nemu tiket harga sekitar 500rb kurang sedikit. Mata kami berdua meleleh waktu nemu tiket pesawat yang cukup ramah kantong mengingat kami pergi sebelum weekend. Setelah isi biodata dan segala rupa (termasuk validasi semua data), tiket pun kami issued. Ga berapa lama setelah issued tiket pergi, kami buka kembali aplikasi Traveloka untuk beli tiket pulang. Ga tau kenapa, saya iseng ingin buka pesanan sebelumnya dan taraaaaa kami baru sadar ternyata tiket yang dibeli salah tujuan 😂.

Kami bukan pesan tiket Jakarta -Bali tapi Bali-Jakarta di tanggal 10 April! Glek banget. Kejadian ini hampir mirip dengan tragedi trip Banyuwangi dimana kami juga salah tanggal penerbangan, wkakaka. Koplak banget pokoknya, padahal udah saling cek semuanya eh tetep aja mislek. But hei, mungkin harus begini prosesnya supaya ke depannya bisa lebih teliti lagi. Setelah tahu salah reserve tujuan, buru-buru kami telpon Traveloka buat reschedule. But heii ternyata harga reschedule mahal banget dan kami pun memilih buat refund aja (hiks kena potongan 25% deh). Bersyukurnya kami tahu hal ini jauh-jauh hari sebelum keberangkatan dan pihak Traveloka serta Air Asia cukup kooperatif. Now, tinggal nunggu proses refund selesai aja deh, yeay (sambil tetap nangis karena kena potongan 25%).

Kejadian selanjutnya, yang kalau kata temen saya mirip sinetron, adalah momen dimana saya hampir ketinggalan pesawat (udah mah rugi 25% karna salah rute, ini ada potensi beli tiket lagi karna ketinggalan pesawat, hiks). Kalau saya inget lagi kejadian hari Kamis malem kemarin, saya ngga nyangka bisa bener-bener ngejar itu pesawat dan ada di Bali sampai hari terakhir jadwal kami di sana.

Well, ceritanya jadwal flight kami itu jam 19.00. Pagi-pagi di jalan menuju kantor saya langsung web check in dan katanya harus boarding jam 18.30. Okeh, tahu harus boarding jam 18.30, saya udah niat buat berangkat jam 2an dari kantor, tapiiiii rencana tinggalah rencana. Ada beberapa hal & tanggung jawab yang perlu di-update ke atasan sebelum saya go-chau 2 hari dari kantor dan nyatanya, proses update meng-update itu baru selesai jam 4an lewat. Temen-temen kantor udah pada gelisah ngasih tau buat segera berangkat ke Bandara. Setelah pesan go-car, saya cus ke bandara dari kantor yang letaknya sangat rawan macet.

Hiks benar aja dong sodara-sodara, baru sampai mall ambasador go-car saya udah stak ga bisa kemana-mana padahal waktu udah nunjukin pukul 5 sore lewat. Supir go car sempet gambling mau balik arah ke senen ato tetep lewat kuningan. Saya bilang lanjut lewat kuningan-sudirman-semanggi-tol. Nahh berhubung plat go car yang saya tumpangin itu nomor ganjil sedangkan hari itu harinya plat genap, maka ga bisa lewat jalan pintas yang nembusnya ke sudirman (lewat rumah sakit Siloam). Glek! 10 menit berputar dan mobilnya ga gerak sodara-sodara. Usut punya usut, ada kebakaran di Citi Walk dannnn berujung macet parah. *lap keringet dingin*.

Akhirnya supir go car ini puter balik kolong sampoerna stategic dan ambil jalan ke arah pejompongan lewat setiabudi. Glek! Rute dia begini : Karet - Setiabudi - Landmark - Shang ri la lurusss ke Pejompongan dan masuk tol dari situ.
Ternyata rute yang dia pilih ituuuuu -- macet total juga, huhuhu.

Sekitar jam setengah 6 kurang, mobil kami sampai landmark dan ketahan di lampu merah (awalnya). Lima menit berselang, lampu merah sudah berubah jadi hijau tapi mobil belum geser posisi juga. Usut punya usut, kami kena halang rombongan Presiden Jokowi yang sedang melintas di daerah tersebut. Hahahaha, komedi banget situasinya saat itu. Mau marah ngga bisa, mau ketawa juga ya ketawa toleransi biar supir go-car nya ngga terlalu panik. Buat menghibur, bapak supir go car bilang, "Mba, semoga jalannya lancar abis ini ya, soalnya kan baru selesai kawal presiden", yang langsung saya amini dalam hati dengan setengah yakin dan setengah ragu.

Nahhh, orang tua bilang kalau doa itu harus yakin, ngga boleh setengah-setengah supaya doanya dikabulkan juga ngga setengah-setengah. Mungkin karena saya berdoa setengah yakin dan setengah ragu, maka jalanan cuma lancar setengah aja, hiks. Dari ShangriLa sampai ke te.pat puter balik menuju tol slipi padat merayap yang bikin perut saya mules ngga karuan. Waktu udah nunjukin jam 6 lebih 15an kalau ngga salah dan saya masih belum masuk tol. Dubidubidamdam dubidubidam deh rasanya!

Temen saya udah whatsap berkali-kali nanya posisi dan pada akhirnya dia sampai di titik menyerah. "Gue ga yakin lo bakal make it happen, Din!". Temen saya yang lain sudah dari sejam sebelumnya nyuruh saya turun dari gocar dan naik gojek menuju bandara. "Din, ngga akan kekejar, buruan naik gojek!". Lah bingung juga mau naik gojek dari mana sampai mana, huhu. Akhirnya saya cool calm di mobil sambil mulai buka-buka tiket lain malam itu, yang you know what, udah sold out semua. Huahahaha, rasa-rasanya pengen garuk-garuk punggung supir go car supaya dia bisa ngebut sengebut-ngebutnya.

Kalau dibilang panik, ya panik. Tapi pada momen itu, saya udah ada dalam titik pasrah. Sederhananya kalau saya memang diridhoi Allah swt berangkat ke Bali, maka saya akan berangkat, semacet atau setelah apapun itu. Dan sebaliknya. Jadi, ya udah, jalanin aja #eaa *sambil tetep mules dan keringet dingin.

"Tenang vi, gue bakal nyampe sebelum itu pesawat berangkat. Kata gmaps jam 18.45 gue di prediksi sampai sana!", pesan yang saya kirim ke temen saya yang juga lagi panik di bandara memikirkan kelanjutan cerita perjalanan yang rasanya lamaaaa banget ngga selesai-selesai. "Semoga gmap ngga php din kayak biasanya", balasnya yang bikin saya ngakak juga sih pada akhirnya.

Tepat jam set 7 kurang sedikit mobil kami berhasil keluar dari miniatur neraka jahanam (mungkin), dan masuk tol. Pesan saya satu pada bapak supir ini, ngebut sengebut-ngebutnya. I trust you, pak, pesan yang saya sampaikan lewat binar mata penuh harap. *kedipin mata*

Supir gocar pun langsung melaju super ngebut di tol menuju bandara diiringi musik emo yang beatnya seirama dengan kecepatan mobil. Wussssssss, fast and furious lewat *lebay haha

Beberapa kali kami tersendat di percabangangan (yang bikin sedikiiit panik), tapi begitu jalanan lancar, si bapak yang saya rasa keturunan Jackie Chan, terlihat dari perawakan dan penampakannya, langsung tancap gas sambil berkali-kali nanya, "mba masih keburu kan?", yang saya jawab dengan yakin, "masih",  "mba, bakal ditungguin kan sama pesawatnya", yang saya jawab dalam hati, "ya kali emang itu pesawat nenek moyang gue pak", tapi yang keluar dari mulut jawaban manis,"mudah-mudahan pak, temen saya masih nego-nego!", dan semakin membuat dia semangat tancap gas. Gaspol sampe pengen muntah, haha.

Jam 7 kurang saya sampai bandara, (thanks to pak supir yang sudah sabar menghadapi saya dan kemacetan ibukota yang jahanam banget)  dan langsung tancap gas lari untuk cetak boarding pass dan lari-larian menuju gate 5 untuk boarding. Aduh sedihnya, ternyata itu gate 5 jauh bo, dan dengan segembolan tas, lari-larian lah sayah di bandara sambil diliatin orang -orang macam tontonan opera di tivi.

Sampai gate 5, cuma tersisa saya seorang yang lagi-lagi disuruh lari. Hiks, ternyata harus naik bus lagi untuk menuju pesawatnya, damn! Udah mah jatuh ketimpa tangga pula, udahmah capek lari-larian bukan dikasih semangat, saya malah dimarahin dan diteriakin petugas buat cepetan. F&#&@*@*#*!!!

Sampai di area bus ternyata busnya udah jalan. Hayati lelah mengejar tapi tetap ditinggalkan, sama kayak kisah cinta yang belum berujung ini *curhat. Di saat sudah pasrah ditinggal bus, tiba-tiba bus nya mundur lagi. *sorak sorai bergembira hurayyyyyy*, dan selanjutnya?

Saya teriak sambil lari menuju bis yang langsung di sambut wajah kesel bercampur getir dan lucu dari penumpang lain yang jujur aja, I don't really care, karena saya masih ngos-ngosan lari dan jantung masih berdegup super kenceng. Buat redain itu semua, saya dan noviar, teman seperjalanan, ketawa-ketawa sekenceng-kencengnya, ngetawain ketololan yang baru saja terjadi.

Well said, it happy ending tho!
Alhamdulilah.
That was on of the precious 7 minutes in my life. Sedikit aja ketinggalan, maka bye.

Satu pelajaran yang saya petik hari itu, kdi saat lo udah melakukan hal terbaik dari sebuah  usaha dan kemudian pasrah, maka Allah swt mengirimkan segala cara untuk menjadikannya nyata. Alhamdulilah. Ini pengalaman yang saya rasa juga ketika umroh tahun lalu bareng ibu saya, dimana beberapa hari sebelum perjalanan ibu saya dirawat di rumah sakit. Doa saya pada saat itu, "Ya Allah saya pasrah dengan ketentuanMu, jika memang kami diridhoi untuk pergi ke rumahMu, maka tidak ada yang tidak mungkin bagiMu", doa yang sama yang saya ucap lirih dalam hati ketika pergi ke Bali kemarin. And the rest, miracle is really happen.

So, stay tune dan nantikan cerita Baliscape #2 yang lebih seru. Babay. *ala-ala banget ya ini tulisannya 😁