Frame #1
6:00 PM
Aku menemukanmu duduk sendirian sambil memegang mushaf kecil
di mushola pagi ini. Wajahmu tidak terlihat karena kamu khusyuk menatap
Al-Qur’an sambil terus melantunkan ayat-ayat yang membuat hatiku bergetar.
Aku
duduk sambil menatap punggungmu yang naik turun mengikuti aliran nafas. Seluruh
ruangan terasa hangat meski mesin pendingin menunjukan angka 16 derajat
celcius. Hangat ini kemudian mengaliri seluruh tubuh, meluruhkan air mata yang
telah lama membeku, melumerkan hati yang mendingin,
hilang rasa.
Entah kenapa, semakin lama mendengarkanmu mengaji, air mata ini
semakin deras luruh ke bumi.
Kita tidak saling mengenal, namun mendengar suaramu yang
syahdu saat membaca satu per satu kalimatNya membuatku seolah telah mengenalmu sangat
lama. Mungkin ini karena ikatan batin antara sesama muslim. Entahlah. Yang
jelas, kamu menjadi sangat tidak asing bagiku.
Beberapa saat kemudian kamu menutup mushaf kecil itu seraya
mengucap syukur kepadaNya. Haru itu semakin meluap. Aku yang melihatmu di
belakang seperti sedang ditunjukan olehNya betapa selama ini sangat kecil rasa
syukur yang kuberikan. Aku menghela nafas, menahan agar air mata ini tidak lagi
luruh dan tertangkap oleh matamu.
Kamu pun bangkit dan meninggalkan mushola. Samar, aku
mendengarmu mengucapkan “Bismillah...”, sesaat sebelum membuka pintu mushola, pembatas
yang kembali menghubungkanmu dengan dunia nyata. Hatiku berdenyut kembali.
Ya Rabbi..
Terima kasih.. Untuk kasih sayang yang Kau berikan lewat beragam frame hidup yang tertangkap oleh mataku di setiap waktu...
Terima kasih.. Untuk kasih sayang yang Kau berikan lewat beragam frame hidup yang tertangkap oleh mataku di setiap waktu...
0 comments