Selasa, 22 Oktober 2013
Stasiun Depok Lama adalah
salah satu tempat yang paling sering saya kunjungi tiga/empat tahun terakhir
(ya iyalah secara setiap hari pulang pergi naik commuter line dari stasiun ini
gituh, hehe). Banyak muka-muka yang semula asing menjadi kawan seperjuangan
saking seringnya bertemu. Sekedar tau muka aja sih sebenarnya, tidak ada
percakapan layaknya kawan yang sebenarnya. Meski begitu, mereka tetap kawan
seperjuangan. Salam roker..!!
Seperti pagi ini saya duduk
di bangku tunggu yang sama di peron jalur 2, menunggu commuter balik
Depok-Jakarta datang. Di samping kanan saya sudah berkumpul ibu-ibu rumpi yang
heboh setiap hari (yang selalu pasti duduk di sudut yang sama setiap harinya,
mengokupasi tempat duduk sehingga penumpang lain yang juga ingin menunggu
bergeser ke tempat lain), sedang di samping kiri saya individu-individu asing
yang sedang asyik masyuk dengan gadgetnya masing-masing (salah satunya saya
sendiri, hehe).
Sesaat kemudian seseorang
yang sangat familiar lewat begitu saja di depan saya, dengan senyum yang
menghiasi wajah dengan tai lalat yang membuatnya terlihat tambah manis. Aish.
Dia, remaja yang beberapa waktu lalu menjajakan koran di sepanjang stasiun
depok lama/depok baru sudah berubah menjadi pemuda . Dulu, dia sering
berkeliaran di stasiun depok lama/depok baru dengan setumpuk koran berjalan
dari satu gerbong ke gerbong lainnya menjajakan koran kepada penumpang
commuter. Pemuda ini tidak sendirian, ada banyak pemuda lain seumuran/lebih tua
dari dia yang juga menjajakan produk yang sama. Kadang di peron-peron, saya
melihat transaksi antara mereka dengan sang bandar (koran), mendengarkan
percakapan mereka yang bikin saya senyum-senyum sendiri.
Tiba-tiba saya menyadari
(lagi), time flies so fast dan stasiun depok lama tidak seperti dulu lagi.
Rekaman otak saya melayang acak dan hinggap ke masa lalu. Sekitar tiga atau empat
tahun yang lalu. Saat itu, saya adalah fresh graduate yang mengejar asa ke ibukota, masih cupu-cupunya (sekarang juga masih cupu, tapi lebih baik sedikit
lah ya, hehe). Tiap hari naik kereta dan menjadi pengamat kehidupan di stasiun.
Dulu stasiun depok lama lebih
menyenangkan dari yang sekarang. Ada banyak hiburan gratis yang saya temui.
Pengamen jalanan dengan alat lengkap menyanyikan lagu yang bikin mood naik ke
level terbaik. Solo gitaris dengan petikan akustik yang manis (apalagi saat dia
memainkan lagu dust in the wind kansas versi akustik, someday mungkin dia akan
naik panggung konser dan saat itu terjadi saya akan jadi salah satu penonton
setianya). Duet maut remaja tanggung dengan suara asyik banget, ada
"soul" ditiap lagu yang mereka bawakan. Tukang kaset bajakan yang
sering memutar lagu-lagu jadul tapi sangat menyenangkan didengar. Penjaja koran
dengan segala geliat dan gerak tubuhnya yang bersemangat. Tukang semir sepatu.
Tukang gorengan. Tukang getuk yang selalu tersenyum. Semuanya membentuk teater
pertunjukan yang saya nikmati setiap harinya. 10-15 menit selama menunggu
kereta datang cukup membuat "bahan bakar hati" saya terpenuhi. Dan
rindu itu pun tiba-tiba datang.
Saya rindu dengan suara
pengamen. Saya rindu dengan petikan gitar. Saya rindu tukang getuk penuh
senyum. Ah, rindu dengan momen itu.
Lalu kemana mereka sekarang?
Ada kebijakan penertiban
stasiun yang mulai diberlakukan sejak setahun terakhir. Hasilnya tidak ada lagi
pengamen, pedagang, di sekitaran stasiun depok lama dan stasiun2 lainnya.
Memang stasiun terlihat lebih tertib sekarang, cuma hiburannya jadi berkurang.
Well, mereka2 yang dulu
mencari rezeki di dalam stasiun satu per satu hijrah, berubah profesi semuanya.
Salah satunya remaja tanggung yang sudah berubah menjadi pemuda yang saya sebut
tadi. Saya tidak tahu apa yang dia lakukan saat ini, tapi dari senyumnya
sepertinya dia mendapat sumber rezeki lain yang lebih baik dari sebelumnya
(semoga benar begitu). Pernah juga bertemu dengan anggota pengamen yang
suaranya keren itu, dia turun di stasiun tebet tanpa peralatan bandnya dan saya
berpikir dia mungkin sudah bekerja di sekitaran st.tebet.
Meski kehilangan hiburan itu
ada, saya tetap senang dengan kondisi saat ini. Mereka, yang dulu berkeliaran
di stasiun dengan pekerjaan (maaf sedikit serabutan), dipaksa hijrah untuk
menemukan sumber rezeki yang lebih baik, yang tidak bisa move on akan kalah
dengan keadaan.
Senangnya bisa berada di
momen-momen di mana mereka masih menghibur di stasiun depok, dan senangnya juga
bisa melihat mereka bertransformasi menjadi orang-orang yang lebih baik
kondisinya (semoga benar begitu). Dan siapa tau, salah satu dari mereka bisa
muncul di tv menjadi artis yang sesungguhnya, yang lebih real.
Untuk mereka semua, terima
kasih untuk setiap hiburan yang membuat senyum ini menggantung di wajah, dan untuk
tiap inspirasi menulis yang datang dengan manis selepas pertunjukan ciamiknya
itu.
Selamat hari selasa.