Segala sesuatu yang datangnya dari hati, akan sampai ke hati – anonim
***
Si Ular Listrik bergerak menjauhi
peron keberangkatan Stasiun Bandung, membelah hari yang masih gelap. Lengkingannya
begitu kuat, memonopoli hiruk-pikuk yang ada. Saya dan kelima rekan relawan
yang beruntung pagi itu karena tidak ketinggalan kereta pertama menuju
Padalarang, sedikit berteriak ketika ngobrol. Untungnya di gerbong ini hanya
ada kami dan seorang nenek yang sepertinya acuh dengan percakapan yang “seru”
sendiri itu.
Ini pertama kalinya saya bertemu
langsung dengan para relawan pengajar & foto, sebelumnya kami hanya
terhubung lewat gelombang. Wajah mereka saya kenali dari foto yang dipajang
sebagai profile picture, selebihnya
seperti suara, gesture, ekspresi
wajah, baru hari itu saya lihat secara langsung. Kesan pertama bertemu mereka?
Salut, luar biasa! Di tengah kesibukan masing-masing, baik itu urusan pekerjaan,
pendidikan, dan juga urusan keluarga, mereka masih mau “menyisihkan” waktu
untuk pergi pagi-pagi buta meninggalkan segala urusannya tersebut untuk berbagi
pengalaman. Wajah mereka seperti dipenuhi tulisan, “Gue ngga mau kelewatan satu
detik pun momen berbagi di hari ini!”. All
out, kata yang merangkum beragam ekspresi yang saya lihat pagi itu.
Sesampainya di Sekolah, sudah ada
rekan relawan lain dan juga pendamping kece (read : titipan sponsor) yang hadir duluan. Beberapa dari kami
memilih sarapan dan beberapa lainnya mulai beres-beres atribut, memasang
spanduk, koordinasi dengan pihak sekolah untuk urusan sound system, dan final
checking properti mengajar. Jam 7 tepat, acara pembukaan di mulai.
Kebetulan saya hari ini bertugas sebagai juru foto, jadi lebih banyak melihat,
mendengar, dan merasakan #tsah.
Kenapa ngga memilih menjadi
relawan pengajar, Din?
Ada berbagai alasan yang membuat
saya tahun ini memilih tidak menjadi relawan pengajar, dan salah satunya adalah
saya masih “galau” dengan apa yang saya kerjakan saat ini. Saya masih merasa
pekerjaan yang saya lakukan belum lah sesuatu yang datangnya dari hati, masih
sesuatu yang saya lakukan karena ini adalah bagian dari realita hidup yang
harus dijalani. Secara pribadi saya merasa, sebelum kita berbagi dengan orang
lain, sepatutnya kita bisa menjiwai apa yang kita kerjakan. Kenapa begitu? Karena energinya akan terasa
berbeda. Saat kita membagi pengalaman atas sesuatu yang diberi “nyawa”, maka ada
spirit yang tanpa disadari ter-transfer
kepada mereka yang mendengarkan pengalaman tersebut. Rasanya akan sampai ke
hati mereka semua dan semangatnya akan terasa beda. Karena tidak ingin setengah
hati, maka saya memilih menjadi relawan foto. Dengan begitu saya masih bisa
terlibat di kegiatan yang sejujurnya membuat saya iri kepada anak-anak SD itu.
Iri kenapa? Kalau saja kegiatan ini sudah ada sejak saya SD dulu, mungkin hari
ini ceritanya beda, hehe *malah curhat
Well, back to school!
Beragam ekspresi saya tangkap, shutter tidak berhenti berbunyi. Lensa
bekerja keras menangkap cahaya agar dapat merekam momen dengan sempurna. Atas
bawah depan belakang, naik turun, bukan aksi biasa. Tidak ingin melewatkan
momen! Dan jujur saya terpana. Sering saya diam di salah satu sudut kelas
memperhatikan jalannya sharing, lalu
senyum-senyum sendiri.
Beragam profesi di perkenalkan
hari itu dengan cara yang unik, menghadirkan gelak tawa dan antusias di wajah
para siswa. Hari itu, rangkaian cerita terekam dalam ingatan adik-adik SD Curug
Agung, dan saya yakin, momen ini punya makna tersendiri bagi kehidupan mereka
nantinya.
Asisten dosen
Guru
Dokter gigi
Dokter umum
Konsultan transportasi
Designer
Ahli geologi
Insinyur kelautan
Network engineer
Penyiar radio
Konsultan online
Ahli adminsistrasi
Masuk ke dalam kamus “profesi” yang mungkin sebelumnya hanya satu dua
saja yang sudah mereka ketahui.
Lalu apa?
Lalu kalau kita bertanya satu-satu kepada para siswa tentang “Maju
jadi apa” mereka nanti, profesi seperti apa yang mereka ingin lakukan di masa
depan, maka akan muncul jawaban beragam yang tidak lagi hanya (a) atau (b)
saja, tapi a sampai z, dan disitulah sebenarnya cikal-bakal generasi penerus
yang Insya Allah akan menjadi sama hebatnya dengan kakak-kakak Inspirator,
telah dimulai.
Saya teringat dengan apa yang disampaikan teh Adenita dalam salah satu
Novelnya, 23 Episentrum, “"Obat
untuk menghilangkan kehampaan hati adalah memberi dengan kualitas dan
meneruskan kesempatan...!!"
Menurut saya pribadi, menjadi bagian dari Kelas Inspirasi, adalah salah
satu bentuk dari memberi dengan kualitas dan meneruskan kesempatan. Bukanlah
“materi” yang diberikan, namun sebuah pengalaman yang merupakan kumpulan dari
perjalanan mata, hari, dan hati dari setiap inspirator. Dan saya yakin apa yang
mereka sampaikan, akan sampai ke hati dan memberi inspirasi anak-anak ketika
mereka bangun di pagi esok hari.
Sampai jumpa di Hari Inspirasi berikutnya :)
Note :
Obat untuk menghilangkan kehampaan
hati adalah memberi dengan kualitas dan meneruskan kesempatan dan perjalanan
mata, hari, dan hati – dikutip dari Novel 23 Episentrum karya Adenita