Hari ini tepat seminggu 1 hari saya dan suami jadi orangtua. Bayi laki-laki kami lahir dalam keadaan sehat walafiat hari Rabu, 26 Juni 2019. Kami memberinya nama Sakhi Rayyan Ankadira. Sakhi artinya anak yang dermawan, Rayyan bisa berarti tampan, bisa juga pintu surga, dan Ankadira gabungan nama saya dan suami (anak dini dan ridwan). Doa kami yang paling dalam agar Sakhi bisa menjadi anak yang sholeh, sehat, dan bahagia selalu.
Menjadi orangtua meski baru seminggu, mengajarkan saya untuk membuang ego pribadi sejauh mungkin yang kita bisa. Kenapa begitu? karena ego ini yang kadang bisa membawa ketidakbaikan bagi anak, diri sendiri dan pasangan.
Sebagai seorang perempuan, niat terbesar saya adalah melahirkan dengan normal serta memberi asi full untuk Sakhi. Tidak terpikir sedikit pun untuk memberi susu formula padanya, selama saya mampu akan saya kejar produksi asi itu. Pun begitu dengan proses melahirkan, tidak terpikir niat untuk sectio pada saat itu. Saya optimis bisa melahirkan secara normal.
Namun, realita berkata lain. Seminggu yang lalu, dokter menyarankan saya untuk melahirkan secara sectio karena daya dorong bayi tidak ada. Posisi posterior atau telentang meski kepala sudah berada di bawah menjadi penyebabnya. Beberapa tindakan sudah dicoba lakukan untuk bisa melahirkan secara normal, namun posisi bayi yang sudah tidak bisa berubah dan risiko bayi stress (serta ketuban yang sudah dipecahkan), meningkatkan risiko bagi bayi. Hati saya saat itu nyess seketika, tinggal 4 bukaan lagi sampai pembukaan full namun akhirnya harus beralih ke sectio. Setelah berdiskusi dengan suami & orang tua, demi keselamatan ibu dan bayi, kami sepakat untuk melakukan sectio. Alhamdulilah tepat pukul 1 siang lewat sedikit (lupa lewat berapa), tangisan Sakhi untuk pertama kalinya saya dengar. Haru itu seketika menyeruak, tangisan itu membuat saya sadar bahwa bagaimanapun prosesnya, Sakhi lahir sehat dan tidak kurang satu apapun. Air mata saya luruh seketika, Alhamdulilah.
Meski setelah saya lahiran, sepertinya saya mengalami sindrom mellow akut, bisa tiba-tiba menangis ketika ditanya orang "lahir normal apa cesar", "kenapa cesar", atau sederet hal lain yang dilontarkan (yang saya tahu tanpa maksud menyakiti), seputar cesar dan normal. Suami saya berkali-kali mensupport bahwa bagaimanapun cara melahirkannya, seorang ibu tetaplah seorang Ibu. Terima kasih suamik, meski kadang masih ada perasaan mellow, support suami memberi saya kepercayaan diri bahwa All is Well.
Hal kedua, soal asi full atau susu formula. Kemarin saya sempat bergesekan dengan mama saat beliau mengutarakan pendapatnya untuk menggunakan bantuan sufor jika asi saya tidak banyak keluar. Saya marah, sebagian besar ego diri ini sepertinya tidak rela beliau berpendapat seperti itu. Padahal, maksud beliau hanya satu, memastika Sakhi cukup mendapat asupan selama di sinar.
Yap, kemarin Sakhi harus di rawat di ruang perina karena hiperbilirubin. Kemarin saat kontrol pertama setelah 1 minggu lahiran, kadar bilirubin Sakhir meningkat dari 5.7 ke 13.7, padahal kadar normalnya dibawah 12. Penyebabnya banyak, salah satunya perbedaan golongan darah anak dan Ibu. Kebetulan golongan darah Sakhi AB, sedangkan saya A. Dokter anak tidak banyak menjelaskan kenapa perbedaan golongan darah ini bisa mentriger hiperbilirubin ini. Beliau hanya menyampaikan bahwa kadar bilirubin bisa meningkat jika tidak dilakukan tindakan sinar. Efek paling mengkhawatirkannya, bilirubin ini naik ke otak dan menyebabkan komplikasi lain yang lebih fatal. Saya sedih harus menerima kenyataan bahwa Sakhi harus dirawat dulu dan hanya bisa dikunjungi di jam besuk saja.
Meskipun semua orang bilang proses penyinaran ini biasa saja, Insya Allah baik-baik saja, saya tetep merembes nangis. Setiap ingat pasti nangis, cengeng memang. Tapi mau gimana lagi, demi kebaikan Sakhi, kita harus pisah sementara.
Karena saya stress dan panik, produksi asi saya yang biasanya lumayan (proses sedot langsung oleh bayi), menjadi berkurang. Entah karena saya belum pernah pumping juga, jadi belum ahli memerah. Produksi asi saya dalam waktu 2 jam memerah hanya sekitar 100ml, dimana kejar2an dengan kebutuhan Bayi. Jam 1 pagi, suster perina memberi kabar ke suami bahwa Sakhi rewel dan stok asip sudah tidak cukup. Waktu itu saya lagi berusaha memerah asi lagi dan hasilnya pas-pas-an.
Suami berkali-kali mengingatkan saya untuk rileks, bahwa proses penyinaran ini hal biasa, dan kalau memang asi masih sedikit keluarnya agar dibantu sufor. Lagi-lagi saya nangis, kok sedih ya dengernya. Di saat anak sedang butuh asi, asi nya ngga keluar banyak. Feeling failed? yaa, karena ekspektasi saya soal full asi sudah di set sedemikian rupa sehingga perasaan gagal itu muncul. Akhirnya, demi kebaikan Sakhi dan mencegah hal-hal lain yang tidak diinginkan, saya sepakat dengan suami untuk menambahkan sufor. Suster perina memberikan edukasi bahwa proses penyinaran membuat bayi lebih sering pipis dan pup karena bilirubin dikeluarkan lewat 2 hal tadi. oleh karenanya asupan makanan ke bayi juga harus seimbang, kalau kurang bisa tidak baik untuk bayi.
Lagi-lagi saya harus membuang ego pribadi saya untuk tidak menggunakan sufor. Mengakui kelemahan diri bahwa saat ini produksi asi sedang drop-dropnya dan membutuhkan "bantuan", memerlukan proses dealing dengan diri sendiri yang cukup alot. Pada akhirnya, demi kebaikan Sakhi, untuk sementara saya harus mengakui butuh bantuan sufor. Mau bagaimana lagi.
Alhamdulilah tadi pagi saat berkunjung untuk memberi asip yang lumayan jumlah produksinya pada saat pumping pagi, suster info Sakhi baik-baik saja dan sudah tidak rewel. Alhamdulilah. Doa kami sekeluarga agar Sakhi bisa pulih, kadar bilirubinnya turun dibawah 12, dan nanti malam sudah diizinkan untuk pulang ke rumah dalam keadaan sehat walafiat. Dan saya bisa mengejar ketertinggalan saya dalam memberi asi.
Pada akhirnya, kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin kemudian tawakal. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan selalu bagi anak-anak, suami/istri, orangtua, keluarga. Dan untuk mereka yang sedang berjuang bagi anak-anaknya, agar senantiasa diberikan semangat, kekuatan dan ketegaran selalu. Amin Ya Allah.
That's it cerita parenthood yang baru dijalani selama 1 minggu ini. Tanpa support orang-orang terdekat, semuanya menjadi terasa lebih sulit. Doa saya dan suami, agar kami bisa menjadi orang tua yang baik bagi Sakhi, yang bisa menjadi contoh yang baik baginya kelak. Amin.
Doakan asi saya keluar mancer hari ini dan seterusnya 😊😊
Menjadi orangtua meski baru seminggu, mengajarkan saya untuk membuang ego pribadi sejauh mungkin yang kita bisa. Kenapa begitu? karena ego ini yang kadang bisa membawa ketidakbaikan bagi anak, diri sendiri dan pasangan.
Sebagai seorang perempuan, niat terbesar saya adalah melahirkan dengan normal serta memberi asi full untuk Sakhi. Tidak terpikir sedikit pun untuk memberi susu formula padanya, selama saya mampu akan saya kejar produksi asi itu. Pun begitu dengan proses melahirkan, tidak terpikir niat untuk sectio pada saat itu. Saya optimis bisa melahirkan secara normal.
Namun, realita berkata lain. Seminggu yang lalu, dokter menyarankan saya untuk melahirkan secara sectio karena daya dorong bayi tidak ada. Posisi posterior atau telentang meski kepala sudah berada di bawah menjadi penyebabnya. Beberapa tindakan sudah dicoba lakukan untuk bisa melahirkan secara normal, namun posisi bayi yang sudah tidak bisa berubah dan risiko bayi stress (serta ketuban yang sudah dipecahkan), meningkatkan risiko bagi bayi. Hati saya saat itu nyess seketika, tinggal 4 bukaan lagi sampai pembukaan full namun akhirnya harus beralih ke sectio. Setelah berdiskusi dengan suami & orang tua, demi keselamatan ibu dan bayi, kami sepakat untuk melakukan sectio. Alhamdulilah tepat pukul 1 siang lewat sedikit (lupa lewat berapa), tangisan Sakhi untuk pertama kalinya saya dengar. Haru itu seketika menyeruak, tangisan itu membuat saya sadar bahwa bagaimanapun prosesnya, Sakhi lahir sehat dan tidak kurang satu apapun. Air mata saya luruh seketika, Alhamdulilah.
Meski setelah saya lahiran, sepertinya saya mengalami sindrom mellow akut, bisa tiba-tiba menangis ketika ditanya orang "lahir normal apa cesar", "kenapa cesar", atau sederet hal lain yang dilontarkan (yang saya tahu tanpa maksud menyakiti), seputar cesar dan normal. Suami saya berkali-kali mensupport bahwa bagaimanapun cara melahirkannya, seorang ibu tetaplah seorang Ibu. Terima kasih suamik, meski kadang masih ada perasaan mellow, support suami memberi saya kepercayaan diri bahwa All is Well.
Hal kedua, soal asi full atau susu formula. Kemarin saya sempat bergesekan dengan mama saat beliau mengutarakan pendapatnya untuk menggunakan bantuan sufor jika asi saya tidak banyak keluar. Saya marah, sebagian besar ego diri ini sepertinya tidak rela beliau berpendapat seperti itu. Padahal, maksud beliau hanya satu, memastika Sakhi cukup mendapat asupan selama di sinar.
Yap, kemarin Sakhi harus di rawat di ruang perina karena hiperbilirubin. Kemarin saat kontrol pertama setelah 1 minggu lahiran, kadar bilirubin Sakhir meningkat dari 5.7 ke 13.7, padahal kadar normalnya dibawah 12. Penyebabnya banyak, salah satunya perbedaan golongan darah anak dan Ibu. Kebetulan golongan darah Sakhi AB, sedangkan saya A. Dokter anak tidak banyak menjelaskan kenapa perbedaan golongan darah ini bisa mentriger hiperbilirubin ini. Beliau hanya menyampaikan bahwa kadar bilirubin bisa meningkat jika tidak dilakukan tindakan sinar. Efek paling mengkhawatirkannya, bilirubin ini naik ke otak dan menyebabkan komplikasi lain yang lebih fatal. Saya sedih harus menerima kenyataan bahwa Sakhi harus dirawat dulu dan hanya bisa dikunjungi di jam besuk saja.
Meskipun semua orang bilang proses penyinaran ini biasa saja, Insya Allah baik-baik saja, saya tetep merembes nangis. Setiap ingat pasti nangis, cengeng memang. Tapi mau gimana lagi, demi kebaikan Sakhi, kita harus pisah sementara.
Karena saya stress dan panik, produksi asi saya yang biasanya lumayan (proses sedot langsung oleh bayi), menjadi berkurang. Entah karena saya belum pernah pumping juga, jadi belum ahli memerah. Produksi asi saya dalam waktu 2 jam memerah hanya sekitar 100ml, dimana kejar2an dengan kebutuhan Bayi. Jam 1 pagi, suster perina memberi kabar ke suami bahwa Sakhi rewel dan stok asip sudah tidak cukup. Waktu itu saya lagi berusaha memerah asi lagi dan hasilnya pas-pas-an.
Suami berkali-kali mengingatkan saya untuk rileks, bahwa proses penyinaran ini hal biasa, dan kalau memang asi masih sedikit keluarnya agar dibantu sufor. Lagi-lagi saya nangis, kok sedih ya dengernya. Di saat anak sedang butuh asi, asi nya ngga keluar banyak. Feeling failed? yaa, karena ekspektasi saya soal full asi sudah di set sedemikian rupa sehingga perasaan gagal itu muncul. Akhirnya, demi kebaikan Sakhi dan mencegah hal-hal lain yang tidak diinginkan, saya sepakat dengan suami untuk menambahkan sufor. Suster perina memberikan edukasi bahwa proses penyinaran membuat bayi lebih sering pipis dan pup karena bilirubin dikeluarkan lewat 2 hal tadi. oleh karenanya asupan makanan ke bayi juga harus seimbang, kalau kurang bisa tidak baik untuk bayi.
Lagi-lagi saya harus membuang ego pribadi saya untuk tidak menggunakan sufor. Mengakui kelemahan diri bahwa saat ini produksi asi sedang drop-dropnya dan membutuhkan "bantuan", memerlukan proses dealing dengan diri sendiri yang cukup alot. Pada akhirnya, demi kebaikan Sakhi, untuk sementara saya harus mengakui butuh bantuan sufor. Mau bagaimana lagi.
Alhamdulilah tadi pagi saat berkunjung untuk memberi asip yang lumayan jumlah produksinya pada saat pumping pagi, suster info Sakhi baik-baik saja dan sudah tidak rewel. Alhamdulilah. Doa kami sekeluarga agar Sakhi bisa pulih, kadar bilirubinnya turun dibawah 12, dan nanti malam sudah diizinkan untuk pulang ke rumah dalam keadaan sehat walafiat. Dan saya bisa mengejar ketertinggalan saya dalam memberi asi.
Pada akhirnya, kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin kemudian tawakal. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan selalu bagi anak-anak, suami/istri, orangtua, keluarga. Dan untuk mereka yang sedang berjuang bagi anak-anaknya, agar senantiasa diberikan semangat, kekuatan dan ketegaran selalu. Amin Ya Allah.
That's it cerita parenthood yang baru dijalani selama 1 minggu ini. Tanpa support orang-orang terdekat, semuanya menjadi terasa lebih sulit. Doa saya dan suami, agar kami bisa menjadi orang tua yang baik bagi Sakhi, yang bisa menjadi contoh yang baik baginya kelak. Amin.
Doakan asi saya keluar mancer hari ini dan seterusnya 😊😊